• Jelajahi

    Copyright © Koresponden
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan 3

    Iklan 2

    Iklan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Tata Kelola Sampah di Kab. Bekasi dalam Perspektif Pembela Lingkungan dan HAM

    koresponden
    Minggu, Agustus 11, 2024, 22.21 WIB Last Updated 2024-08-11T15:21:38Z


    Bekasi, koresponden.id
    - Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi disebut masih berantakan. Bersamaan dengan itu, langkah Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi dalam menambah luas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng dianggap tidak sesuai peruntukan yang seharusnya. 


    Hal itu, terungkap dalam Diskusi Publik Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2024 dengan tema "Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Tata Kelola Sampah di Kabupaten Bekasi dalam Perspektif Pembela Lingkungan dan HAM." 


    Diskusi yang diinisiasi oleh Yayasan Hatta Kali Soka ini berlangsung di Kp. Cinyosog, RT 002/002 Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Minggu (11/8) sore. 


    TPA Burangkeng sudah kuwalahan menampung beban sampah sejak tahun 2019. Tumpukan sampah-sampah itu kerap longsor dan bahkan hanyut hingga ke aliran sungai. 


    Pemda Kabupaten Bekasi lantas melakukan pembebasan lahan, totalnya seluas 2,5 hektar dari 5 hektar yang ditargetkan. Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan menaksir, perluasan lahan tersebut dapat menampung sampah hingga dua tahun kedepan atau pada 2025. 


    Ketua Prabu Peduli Lingkungan, Carsa Hamdani membantahnya. Menurut Carsa, penambahan lahan tersebut tidak berdampak signifikan dalam mengatasi situasi overload di TPA Burangkeng. 


    "Buktinya, sekarang saja sudah penuh (sampah) lagi. Jangan, kan, sampai dua tahun," katanya. 


    Kondisi itu, dijelaskan Carsa, lantaran Pemda Kabupaten Bekasi menjadikan lahan 2,5 hektar itu sebagiannya sebagai akses jalan. "Sedangkan dalam kajian kami, lahan tersebut harusnya diperuntukkan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah," ujar Carsa. 


    Sementara itu, lanjutnya, akses jalan di TPA seharusnya dibuka dari jalur yang sudah ada sebelumnya. "Jalan itu sekarang ditutupi sampah. Semestinya itu (akses jalan) dibuka lagi saja, bukannya malah membuat jalan baru dari lahan yang 2,5 hektar itu," ungkapnya. 


    Belum selesai, Carsa juga mengkritik tempat pengolahan sampah yang justru dibangun di Kertamukti, Kecamatan Cibitung. 


    "Bayangkan, buang sampahnya di Burangkeng selama puluhan tahun. Kami yang merasakan penyakitnya. Tapi bangun fasilitas pengolahannya malah di daerah lain. Sekarang warga diminta membayar iuran sampah. Ini jelas menginjak-injak kami sebagai warga Burangkeng," tegasnya. 


    Ketua Koalisi Persampahan Nasional, Bagong Suyoto memaparkan, bahwa pengelolaan persampahan di Kabupaten Bekasi ini memang masih amburadul. "Terkait TPA Burangkeng, dari hasil kajian cepat Koalisi Persampahan Nasional, Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) pada 2019 ditemukan 37-41 masalah," ungkapnya. 


    Dari 41 masalah itu, beberapa di antaranya adalah pengelolaan sampah di TPA Burangkeng masih menggunakan sistem open dumping. Dalam artian, sampah dibuang begitu saja tanpa perlakuan apapun. 


    "Selain itu, parahnya, TPA juga tidak memiliki instalasi pengelolaan air sampah (IPAS) permanen yang berfungsi 24 jam. Padahal itu penting," katanya. 


    Pasalnya, sebut Bagong Suyoto, persoalan sistem tersebut adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 


    "IPAS yang tidak permanen itu, pada 2022 pernah tertimbun sampah karena longsor. Akibatnya, air sampah mengalir langsung ke Kali Burangkeng, mencemari sawah dan pekarangan warga," jelasnya. 


    Persoalan sampah di Kabupaten Bekasi ini bukan hanya terjadi di TPA Burangkeng. Dikatakan Bagong Suyoto, di wilayah Utara juga cukup parah. 


    "Jadi di Muaragembong, limbah sampah yang keluar bukan hanya padat tetapi juga cair yang mengandung logam berat. Sehingga, nelayan itu merugi. Rupanya pengelolaan sampah di darat yang tidak tertib akan berdampak ke laut," ungkapnya. 


    Menurutnya, Kabupaten Bekasi sebagai bagian dari "Kota Metropolitan" penyangga Jakarta dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa, seharusnya memiliki sistem pengelolaan sampah yang jauh lebih modern. Pengelolaan sampah dimaksud harus multi teknologi yang bisa mereduksi sampah 80%-90%. 


    "Pengelolaan sampah yang baik akan menjadi berkah. Sebaliknya, pengelolaan sampah yang buruk akan melahirkan tragedi kemanusiaan," imbuhnya. 


    Ketua Umum Amphibi, Agus Salim Tanjung menilai, bahwa sampah di Kabupaten Bekasi telah menjadi komoditi seksi yang bernilai ekonomi. "Di sini (Kabupaten Bekasi), sampah itu, apalagi limbah B3-nya, menjadi rebutan banyak pihak. Jadi jangan heran kalau urusan sampah ini tidak pernah selesai," katanya. 


    Solusinya, menurut Agus, harus ada keberpihakan dari banyak pihak. "Saya berharap Pemda menerbitkan Perda pengelolaan sampah," singkatnya.  


    Sementara itu, Founder Indonesia Anti Corruption Network Igrisa Majid menilai, dalam masalah pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi, khususnya di TPA Burangkeng, ada tiga hal yang menjadi persoalan. Yakni, hak asasi manusia, soal lingkungan, dan oligarki. 


    "Hak asasi manusia itu sangat diasosiasikan oleh negara, sedang dalam lingkungan hidup itu ada kompleksitas bagaimana soal kesejahteraan dan segalam macam. Kemudian terkait oligarki, ini sekelompok orang yang punya kekuatan duit. Artinya, kita bicara soal pengusaha dan penyelenggara negara. Ketika mereka sumbat semua, siapa yang dirugikan? Sudah pasti masyarakat. Ini kekuatan oligarki," ungkapnya. 


    Lantas bagaimana melawannya? "Ya, dengan kegiatan-kegiatan (diskusi) seperti ini. Masalahnya, dan yang harus (selalu) dibahas, kita solid gak? Kalau tujuannya cuan, ya misinya gagal," ucap Igrisa menegaskan. 


    Hal senada diungkapkan pula oleh Anggota DPRD Kabupaten Bekasi terpilih Periode 2024-2029 Sarif Marhaendi, SE. Menurutnya, kegiatan-kegiatan semacam ini harus sering digaungkan. 


    "Sebab persoalan lingkungan ini tidak bisa selesai hanya dengan pemerintah. Oleh karena itu, saya berpesan untuk terus lah melakukan kegiatan seperti ini. Makanya saya sudah usulkan untuk masuk komisi 3, karena ingin bermanfaat untuk masyarakat terutama di Desa Burangkeng ini," ujarnya. 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini