Koresponden.id - Jakarta
Arianne Santoso, dari Google Indonesia, menekankan komitmen perusahaan dalam memerangi mis informasi sebagai bagian inti dari misi mereka, bukan hanya sebagai proyek sampingan. “Melindungi pengguna dari perilaku buruk online dan menyediakan akses ke informasi berkualitas dari sumber terpercaya merupakan pondasi untuk pemilu yang sukses dan adil,” tekannya
Google Indonesia tidak berdiri sendiri. Melalui kerjasama dengan jurnalis, pemeriksa fakta, dan lembaga penelitian seperti CSIS, serta pemberdayaan digital dan literasi pengguna, Google Indonesia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menjaga integritas pemilu.
Di sisi lain, Khoirunnisa Agustyati dari Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu ungkapkan temuan riset Perludem tentang disinformasi sebagai penghalang bagi hak memilih. “Pemilu 2024 akan menjadi tantangan tersendiri, dengan pemilu serentak dan pilkada yang terjadi bersamaan tanpa perubahan regulasi signifikan dari pemilu 2019,” katanya.
Khorunnisa juga menyoroti evolusi disinformasi yang tidak hanya menyerang individu atau opini publik, tetapi juga proses pemilu itu sendiri, menciptakan polarisasi dan mengancam demokrasi. Oleh karena itu, kerjasama antar platform media sosial, lembaga pemilu, pemerintah dan partisipasi masyarakat menjadi sangat krusial.
Koalisi Masyarakat Sipil berupaya menguatkan ekosistem digital yang demokratis, meningkatkan deteksi disinformasi, memperkuat koordinasi antarpemangku kepentingan, dan memperkuat ketahanan pemilih terhadap disinformasi. Melalui MOU dengan Bawaslu, Koalisi bekerja untuk menyeimbangkan skema pelaporan konten disinformasi dan menyediakan kontranarasi efektif.
Kedua pihak menekankan pentingnya upaya kolaboratif dan proaktif dalam menghadapi tantangan disinformasi. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga integritas dan keberhasilan pemilu 2024, memastikan proses demokrasi berlangsung adil dan transparan bagi seluruh warga negara Indonesia.
(Red)